Amanah Seorang Pemimpin




      Islam, Jabatan, dan Kekuasaan
Tidak bisa dipungkiri jabatan selalu menjadi daya tarik sepanjang masa. Entah sudah berapa episode sejarah yang meninggalkan tragedi disebabkan ambisi jabatan (kekuasaan). Semua terekam dalam sejarah. Mulai dari masayarakat purba sampai masyarakat modern selalu menginginkan jabatan. Hal ini disebabkan pandangan mereka tentang jabatan dianggap sesuatu yang prestisius.
Ambisi jabatan telah menenggelamkan Fir’aun dengan kesombongannya, yang pada puncaknya memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan. Ada pula Hitler yang gila kekuasaan dan menghalalkan genoside terhadap orang yang berada di luar rasnya. Namun, jika kita bertanya kepada mereka untuk apa berambisi kepada kekuasaan, mereka menjawab itu semua untuk kebahagiaan. Denan menduduki jabatan tersebut mereka eksis dan bisa menunjukkan aktualisasi dirinya.Selain itu, kekuasaan bagi mereka adalah alat untuk menguasai orang lain. Sarana untuk mengumpulkan kekayaan. Namun, mereka tersiksa dalam kekalutan. Saat kekuasaan mereka berakhir.

Jabatan Adalah Amanah
Suatu ketika Abu Dzar RA meminta kepada Rasulullah Saw agar diberi suatu jabatan. Rasulullah menjawab permintaan Abu Dzar dengan sabdanya,
“Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau seorang yang lemah dan sesungguhnya jabatan itu adalah suatu amanah, dan sesungguhnya ia adalah kehinaan dan penyesalan di hari kiamat kecuali yang menjalankannya dengan baik dan melaksanakan tanggungjawabnya (HR. Muslim).
Imam Muslim dan an-Naisaburi menempatkan hadist ini pada kitab Imarah (kepemimpinan) bab Karahah al Imrah Biqhari Darwah (dibencinya menerima amanah kepemimpinan tanpa darurat). Imam Nawawi mengatakan bahwa hadist ini adalah prinsip agung dalam menjauhi jabatan dan kepemimpinan, terutama bagi orang yang lemah memikul tanggungjawab.
Rasulullah dengan tegas menyatakan bahwa jabatan adalah amanah. Rasulullah menolak permintaan Abu Dzar karena mengetahui ia lemah dalam hal ini. Hal ini dilakukan tanpa basa-basi, kendati Abu Dzar adalah sahabat generasi awal masuk Islam.


      Hukum Menunda Gaji Pegawai
Bukhari dan yang lainnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ , وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأكَلَ ثَمَنَهُ , وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
“Tiga Jenis (manusia) yang Aku akan menjadi musuhnya kelak pada hari kiamat, yaitu: seseorang yang memberi dengan nama-Ku, kemudian berkhianat; seseorang yang menjual orang yang merdeka (bukan budak), kemudian memakan uangnya; dan seseorang yang mempekerjakan pekerja dan telah diselesaikan pekerjaannya, tetapi ia tidak memberikan upahnya.”
Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma dan Thabrani meriwayatkan dari Jabi radhiallahu ‘anhu serta Abu Ya’la juga meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَعْطُوا الأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.”
Para ulama telah menganggap bahwa menunda pembayaran gaji pekerja atau tidak memberikannya setelah pekerjaan diselesaikan, termasuk dosa besar berdasarkan ancaman yang sangat dahsyat ini. Karena, penundaan pembayaran dari orang yang kaya merupakan bentuk kezaliman, sebagaimana yang disebutkan dalam pembahasan ghashab. Di antara bentuk kezalimannya adalah tidak memberikan sama sekali hak-hak pekerja, sedang para pekerja tidak memiliki bukti. Bahkan, terkadang membebaninya dengan pekerjaan atau menambah waktu kerja (lembur), tapi hanya memberikan gaji pokok saja tanpa membayar pekerjaan tambahan atau waktu lembur dengan memanfaatkan momentum minimnya lowongan pekerjaan dan kelemahan pihak pekerja. Terkadang pula, terjadi penundaan pembayaran gaji dan tidak memberikannya kecuali dengan usaha keras para pekerja dengan tujuan agar para pekerja melepaskan haknya dan tidak menuntuk haknya kembali. Atau, ada yang bermaksud menggunakan upah pekerja tersebut untuk usahanya dan mengelolanya, sedangkan si pekerja yang miskin tersebut tidak memiliki bahan makanan untuk diri dan keluarganya.
Termasuk kategori dosa besar adalah melarang orang-orang memanfaatkan sesuatu yang boleh digunakan oleh mereka baik secara umum ataupun khusus, seperti: tanah tak bertuan yang siapapun boleh memilikinya, jalan, masjid, tanah wakaf untuk orang miskin, dan barang tambang yang tidak tampak maupun yang tampak. Maka, bila ada seseorang yang melarang orang lain untuk memanfaatkannya, maka hal itu merupakan bentuk dosa besar, karena serupa dengan tindakan ghashab. Orang seperti ini, layaknya seseorang yang melarang orang lain untuk memilikinya. Sebab, orang yang berhak memanfaatkan sesuatu, maka ia juga berhak untuk memilikinya. Sebagaimana menahan hak milik seseorang termasuk dosa besar, maka perbuatan seperti ini pun hukumnya sama. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan Al-Haitsami dalam kitabnya Az-Zawajir ‘an Iqtirafil Kaba’ir (I/263).
Dalam sebuah hadits disebutkan,
مِنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ
“Barangsiapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Abu Dawud, Nasai dan Tirmidzi, hadits hasan)
Nasai juga meriwayatkan sebuah hadits yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban yang berbunyi,
مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَة فَلَهُ فِيْهَا أَجْرٌ, وَمَأَكَلَتِ الْعَوَافِي مِنْهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Barangsiapa menghidupkan tanah yang mati, maka akan mendapatkan pahala. Dan, apa yang dimakan oleh burung dan binatang buas, maka itu merupakan sedekah baginya.”
Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari Hasan bin Samurah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sa llam, beliau bersabda,
مَنْ أَحَاطَ حَائِطًا عَلَى أَرْضٍ فَهِيَ لَهُ
“Barangsiapa yang memberi tanda di bumi (yang tidak ada pemiliknya), maka bumi itu menjadi miliknya.”
Para ulama telah sepakat bahwasanya orang yang menghidupkan tanah (yang tidak ada pemiliknya) merupakan sebab kepemilikan. Kebanyakan dari mereka tidak mensyaratkan adanya izin dari hakim. Hanya saja, sebaiknya tanah tersebut jauh dari keramaian, sehingga tidak ada yang memilikinya. Ada yang berpendapat, bahwa barangsiapa yang memberikan tanda atau memberi garis pembatas (pada tanah yang tak ada pemiliknya), kemudian ia tidak merawatnya dengan diolah, maka sesudah tiga tahun gugurlah kepemilikannya. Jika ada seseorang yang merawat suatu tempat dengan prasangka tempat tersebut tidak ada pemiliknya, kemudian datang seseorang yang mengakui bahwa tempat tersebut adalah miliknya, maka ada dua pilihan; orang yang meramaikan tempat tersebut mengembalikan kepada pemiliknya, setelah ia mengambil bayaran dari pemilik atas apa yang ia lakukan; atau kepemilikan tanah tersebut menjadi miliknya setelah ia membayar harganya. Inilah yang terjadi pada masa Umar bin Khaththab dan Umar bin Abdil Aziz. Diperbolehkan bagi hakim yang adil untuk memberikan kepemilikan seseorang baik dari kepemilikan tanah, pertambangan dan sumur selama di dalamnya terdapat kebaikan. Namun, hal ini tidak diperbolehkan jika alasannya karena faktor ia senang kepada orang tersebut. Dalam sejumlah atsar disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sa llam dan para Khulafaur Rasyidin serta orang-orang sesudahnya memberikan tanah kepada sekelompok orang. Akan tetapi, jika hal tersebut tidak ada manfaatnya dengan tidak dirawatnya tanah tersebut, maka pemberiannya tersebut dapat dicabut kembali.

Menjadi Pemimpin yang Efektif Harus Banyak Mendengar

Salah satu keterampilan paling penting dan mendasar yang dapat di kuasai seorang pemimpin agar peran dan fungsi kepemimpinannya menjadi lebih efisien dan efektif. Itu adalah dasar dari begitu banyak keterampilan dan sifat lain yang membentuk seorang pemimpin. Artinya, seorang pemimpin yang tidak mampu dan terampil dalam mendengarkan, dipastikan akan mempengaruhi begitu banyak masalah yang akan muncul dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab kepemimpinannya.
Di dalam praktek, bila pemimpin tidak menyadari dan melatihnya akan menjadi sulit. Betul, bahwa mengendalikan diri mendengarkan sebagai keterampilan yang sulit untuk di kuasai karena mengharuskan seseorang agar lebih hadir, penuh perhatian, terlibat, terbuka dan fleksibel dengan karyawan atau follower nya.
Situasi ini semakin menjadi sulit dan berat serat rumit, ketika revolusi komunikasi dan teknologi informasi saat ini telah mendorong begitu kencangnya arus informasi yang terus mengalir. Sehingga, keterampilan mendengarkan yang baik di era digital ini menjadi penting dan mendasar, karena informasi yang berlebihan dan rentang perhatian yang sangat pendek, dengan cepat menjadi spesies yang terancam punah tanpa bekas dan jejak.
Pemimpin yang terus sibuk untuk berbicara dan tidak pernah memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyampaikan pikiran dan pendapatnya, maka apa yang diharapkan tidak pernah akan optimal dan efektif adanya.
Bahkan pesan pentingnya mau menegaskan agar "jangan hanya mendengarkan dengan telinga luar Anda saja, tetapi gunakanlah telinga bagian dalam Anda untuk mendengarkan karyawan dan orang lain, dengan maksuda dan tujuan memahami dan bukan untuk dipahami orang lain".  

Di Kutip dari beberapa Sumber
Wassalamualaikum.w.w

Keutamaan Bulan Rajab dan Peristiwa Penting yang Perlu Kita Ketahui



Dalam kalender Hijriyah (kalender Islami), bulan ini termasuk satu dari empat bulan mulia. Dalam hitungan kalender Hijriyah, Bulan Rajab merupakan bulan ketujuh. Bulan ini termasuk salah satu bulan haram (suci) dan atau bulan yang dimuliakan.
Karena merupakan bulan haram, maka tidak heran jika dikalangan masyarakat muslim banyak yang melakukan amal-amalan ketaatan di bulan ini, termasuk menunaikan Puasa Rajab yang hukumnya sunah.
Selain banyaknya pahala yang melimpah di bulan Rajab, pada waktu tersebut juga terjadi peristiwa-peristiwa besar dan bersejarah bagi Islam.
Rajab biasa juga disebut 'Al-Ashabb' (الأصب) yang berarti 'yang mengucur atau menetes.
Rajab juga disebut 'Al-Ashamm' (الأصم) atau 'yang tuli', tidak boleh ada bunyi senjata perang. Rajab adalah 'Rajam' (رجم) yang bermakna melempari setan sebagai bukti perlawanan kita kepada mereka.
Selain banyaknya pahala yang melimpah di bulan Rajab, pada waktu tersebut juga terjadi peristiwa-peristiwa besar dan bersejarah bagi Islam.

1.      Isra Mi’raj
Isra Mi’raj adalah mukjizat yang diterima Nabi Muhammad SAW. Peristiwa besar ini adalah perjalanan selama satu malam yang dilakukan oleh Rasulullah ke langit. Hal itu diawali dengan berangkatnya Nabi bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.
Kemudian Nabi Muhammad atas izin Allah naik ke atas langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi di langit. Selama perjalanan menuju langit, Nabi diperlihatkan keindahan surga dan kekejaman neraka. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Rajab.

2.      Allah SWT mewajibkan umat Islam salat lima waktu
Pada peristiwa Isra Mi’raj Rasulullah SAW juga mendapat perintah dari Allah SWT untuk mengerjakan salat lima waktu untuk pertama kalinya. Hingga detik ini salat adalah ibadah yang wajib yang harus dilaksanakan oleh umat Islam sebagai tiang utama agama.

3.      Memenangkan Perang Tabuk
Bulan Rajab Rasulullah menang dalam Perang Tabuk. Perang ini merupakan perang Rasulullah melawan tentara Romawi yang terjadi pada 9 Hijriyah atau 630 Masehi. Ketika perang, kala itu pasukan muslim terdiri dari 30 ribu orang dan menempuh perjalanan yang jauh dari Madinah menuju Syam. Mengetahui banyaknya tentara muslim yang dipimpin Rasulullah, membuat tentara Romawi ketakutan dan memilih mundur. Akibatnya umat Islam dapat menang dalam Perang Tabuk.

4.      Pembebasan Baitul Maqdis Palestina
Penaklukan Salahuddin Al Ayyubi di Alquds terjadi pada 2 oktober 1186, yakni bertepatan dengan 27 Rajab tahun 583 Hijriyah. Salahuddin berhasil mengalahkan Pasukan Salib yang menduduki Tanah Suci Yerusalem selama berpuluh tahun. Atas bantuan dan izin dari Allah SWT, akhirnya Salahuddin dan tentara Muslim dapat mengambil kembali kota suci Baitul Maqdis.

5.      Berakhirnya masa kekhalifahan
Selain empat peristiwa di atas, pada bulan Rajab seluruh masa kekhalifahan di muka bumi ini berakhir. Tepatnya pada 28 Rajab tahun 1342 Masehi. Kejadian tersebut ditandai dengan jatuh dan berakhirnya pemerintahan Ottoman yang berada di Turki.
Peristiwa berakhirnya masa kekhalifahan disebabkan Presiden Mustafa Kemal Attaturk menghapus semua syariah Islam, dan mengganti hukum-hukum Islam dengan paham hukum Barat, serta menetapkan paham sekuler pada negara tersebut.

Di Kutip dari : Muslim.Okezone.com

Bahaya Valentine’s Day Bagi Umat Muslim



Valentine’s Day atau yang sering disebut sebagai hari kasih sayang ini merupakan hari yang sangat bertolak belakang dengan arti dari valentine’s itu sendiri. Mengapa? Karena di hari tersebut ternyata kasus-kasus muncul, antara lain salah satunya perzinaan.
Mengerikan bukan. Lantas mengapa bisa demikan? Ya, itu semua tak lain karena sudah tercekokinya pemikiran remaja kaum muslim oleh pemikiran bobrok kaum barat.
Mengenai valentine’s,  apa saja sih kebahayaan yang bisa ditimbulkan dari kegiatan perayaan tersebut ini?

1.      Merayakan Valentine = Merayakan Budaya Orang Non muslim Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang Nonmuslim. Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai jejak suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka,” (HR. Ahmad dan Abu Dawud Telah jelas bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti menjadi bagian dari mereka.

2.      Menghadiri Perayaan Orang Nonmuslim Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam Valenitne’s Day. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya,” (QS. Al Furqan [25]: 72).
Yang dimaksud az-zuur adalah perayaan orang musyrik. Demikian pendapat Ar Robi’ bin Anas. Jadi, menghadiri perayaan Valentine’s Day bukanlah ciri sifat orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.

3.      Seseorang akan Bersama Dengan yang Disukainya di hari Kiamat
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ حُبَّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Dari Anas bin Malik, bahwasanya ada seorang Arab datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW, “Kapan hari Kiamat tiba?” Rasulullah menjawab,”Apa yg telah kau siapkan?” Dia menjawab; Cinta Allah Azza wa Jalla & Rasul-Nya. Rasulullah SAW bersabda: “Kau bersama dengan siapa yg kau cintai,” [HR. Muslim No.4775].
Renungkanlah hadits di atas, bahwasanya orang berkumpul dengan orang yang disukainya di hari Kiamat. Sudah jelas bahwa pendeta Valentine adalah seorang nasrani yang telah menyekutukan Allah SWT maka peringatan bagi remaja muslim yang menghadiri, merayakan Valentine’s Day akan bersama-sama dengan orang yang dicintainya di hari Kiamat kelak.

4.      Sebuah Ucapan “Selamat” Berbuah Kemaksiatan dan Kemusyrikan
“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber) Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.


5.      Valentine’s Day = Hari Perayaan Berzina Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih. Misalnya, berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja menjadi hal yang biasa.

6.      Meniru Perbuatan Setan Menjelang hari Valentine berbagai ragam hadiah, kado dan souvenir laku keras. Bahkan buku yang “mengajarkan” remaja untuk berzina berani menampakkan diri. Belum lagi promo hotel yang sangat murah dalam rangka menyambut Valentine’s Day. Hadiah coklat yang disinyalir terdapat alat kontrasepsi dan lain sebagainya. Yang dimaksud adalah menghambur-hamburkan uang untuk bermaksiat. Allah berfirman,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan,” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27).
“Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.” Wallahu A’lam.

Sumber: Bersamadakwah

Sudahkah Anda Bersyukur?



Ada dua kata yang mudah diucapkan tetapi tidak mudah dipraktikkan, yaitu syukur dan sabar. Manakala diberi kesenangan dan kenikmatan seringkali manusia lupa bersyukur kepada Yang Maha Pemberi, Allah SWT. Banyak manusia terlena dengan kesenangan yang diberi sehingga alpa untuk bersyukur.
Berterima kasih kepada Allah SWT karena masih diberi raga yang sehat, karena masih bisa makan, masih bisa bernafas, masih bisa bangun pagi dan masih bisa menerima gaji bulanan (buat yang sudah bekerja)?
Besar kecil rezeki yang Anda terima atau dapatkan hari ini, jangan lupa untuk selalu mensyukurinya. Tak perlu banyak-banyak, rezeki yang sedikit tapi sudah mampu mencukupi kebutuhan pokok Anda sehari-hari sudah patut untuk Anda syukuri. Terkadang kita lupa bahwa setiap orang telah memiliki rezeki masing-masing. Sehingga tak jarang, ketika dirasa rezeki kita tak cukup banyak dari rezeki orang lain kita akan merasa sedih, kecewa bahkan marah.
Coba tanyakan lagi pada diri sendiri, masihkah kita pantas untuk merasa kecewa dan marah dengan rezeki yang telah diberikan Allah SWT untuk kita?
Allah SWT berfirman, “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (QS. An Nahl: 71)
Kecewa dan marah karena rezeki yang didapat tak sebanyak orang lain justru akan membuat kita menjadi pribadi yang mudah emosi. Sebenarnya, tolak ukur rezeki adalah kebermanfaatan dan keterkecukupannya. Kita harus senantiasa bahagia dan terima kasih ketika rezeki yang kita dapat bisa mencukupi kebutuhan kita. Mulai dari kebutuhan makan, tempat tinggal atau hal pokok lainnya.
Takaran rezeki setiap orang berbeda-beda. Tugas kita adalah selalu mensyukurinya
Setiap orang telah memiliki takaran rezeki yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Tugas kita adalah menjemput rezeki tersebut dengan lapang dada, kerja keras dan rasa syukur yang tulus dari hati. Banyak sedikit rezeki yang didapat, jika senantiasa disyukuri, ini bisa membuat kita menjadi pribadi paling bahagia dan tanpa beban.
Sadar atau Tidak, Rezeki Berlimpah Bisa Membuat Kita Lalai
Percayalah, Allah SWT selalu tahu apa yang terbaik buat kita. Rezeki sedikit namun disyukuri dan mampu mencukupi justru akan lebih baik dan berkah jika dibandingkan dengan rezeki banyak namun melalaikan. Banyak dari kita yang lalai terhadap sesama, terhadap keluarga, terhadap orang-orang yang sangat membutuhkan di luar sana bahkan Allah SWT karena rezeki kita yang terlalu banyak.
Sadar atau tidak, berlimpahnya rezeki bisa mendorong kita kepada situasi yang berbahaya, situasi yang menjadikan malapetaka bagi kita. Berlimpahnya rezeki juga bisa mendorong kita menjadi pribadi yang sombong, tinggi hati dan angkuh. Kalau suatu saat rezeki yang berlimpah dan hanya sebagai titipan tersebut diambil oleh pemilik sesungguhnya yakni Allah SWT, kita bisa apa? Jangan bangga dulu ketika rezeki Anda sedang berlimpah, jangan tinggi hati apalagi sombong karena rezeki tersebut tidak abadi.
Jangan Lupa Berbagi Agar Rezeki Makin Berkah
Pastikan untuk tidak lupa berbagi, memberi santunan dan bantuan kepada orang-orang di sekitar yang hidup dalam lingkar kemiskinan, kepada mereka yang membutuhkan uluran tangan kita dan kepada mereka yang rezekinya tak seberlimpah kita.
Jangan takut bahwa rezeki Anda akan berkurang karena kebaikan Anda dalam berbagi. Bukankah Allah SWT akan memberi ganjaran atau pahala yang sepadan dengan kebaikan yang Anda lakukan? Allah SWT bahkan telah menjanjikan rezeki yang berlipat ganda pada Anda yang mau berbagi dengan hati tulus, dan ikhlas karena-Nya.
Dikutip dari : Islampos.com

Bahasa Pemrograman Baru yang Programmer Perlu Pelajari



Ada beberapa keuntungan mempelajari sesuatu yang baru. Salah satunya adalah mengasah keterampilan atau skill-mu. Jadi, apa saja bahasa pemrograman baru yang bisa kita dipelajari?. Seperti yang mungkin sudah kita ketahui, bahasa pemrograman baru terus muncul. Hal ini dapat membuat kita sulit untuk memilih bahasa yang tepat.

1. Swift

Apakah kamu berencana untuk menjadi pengembang iOS? Swift adalah bahasa yang sempurna untuk kita pelajari. Bahasa Swift adalah salah satu bahasa yang terutama digunakan dalam komunitas pengembangan Apple. Dari tampilan hal-hal, tampaknya bahasa dapat memperluas cakupannya ke sistem operasi lain. Ini juga dapat digunakan untuk pemrograman server dan sistem. Sebagai bahasa pemrograman baru, Swift sangat aman dan mudah dipelajari. Apple meluncurkan bahasa pemograman Swift tahun 2014 lalu di WWDC sebagai penerus dari Objective-C. Di desain agar sederhana apa adanya, Swift fokus pada kecepatan dan keamanan.
Selanjutnya pada Desember 2015, Apple menjadi Swift open source di bawah lisensi Apache. Sejak diluncurkan, Swift berhasil meraih mata komunitas dan bertumbuh dengan baik dan telah menjadi salah satu bahasa pemrograman ‘terpanas’ di dunia.

2. Kotlin

Dengan cara yang sama seperti Swift untuk iOS, Kotlin untuk Android. Ini dianggap sebagai alternatif yang sempurna untuk Java terutama di kalangan pengembang Android. Bahasa ini secara resmi diterima oleh Google dan ini berarti bahwa pengembang Android yang bergantung pada Java dan C ++ sekarang dapat menemukan alternatif yang sempurna. Meskipun Kotlin adalah bahasa baru, bahasa ini telah sepenuhnya dianut oleh perusahaan besar seperti Netflix, Trello, Pinterest, Coursera, dan yang lainnya. Ada beberapa alasan mengapa Kotlin diterima dengan baik. Salah satunya adalah kenyamanan yang disediakannya. Misalnya, programmer akan menulis lebih sedikit kode ketika menggunakan bahasa ini untuk mengembangkan aplikasi Android. Ini berarti bahwa itu mempersingkat waktu pengiriman untuk proyek sementara pada saat yang sama mengurangi biaya pengiriman proyek. Juga lebih mudah untuk memelihara aplikasi yang dibangun menggunakan Kotlin daripada yang dibangun di Java.

3. Go

Go merupakan bahasa pemrograman open source dan dikembangkan oleh 3 orang karyawan Google dan di luncurkan tahun 2009 lalu, sangat keren hanya 3 orang saja.
Go berawal dan dikembangkan dari bahasa pemrograman populer seperti C dan Java, yang menawarkan kelebihan notasi yang ringkas dan bertujuan agar kode tetap sederhana dan mudah untuk dibaca/di mengerti. Desainer bahasa Go, Robert Griesemer, Rob Pike, dan Ken Thompson, mengungkapkan bahwa kompleksitas dari C++ menjadi motivasi utama mereka.
Go sudah menjadi salah satu bahasa pemrograman baru yang paling cepat berkembang saat Ini.
Mengapa kita harus menggunakan Go? Jika kamu adalah pengembang Python dan ingin mencoba sesuatu yang berbeda, ini adalah bahasa yang bisa digunakan. Ini karena bahasa tersebut dipandang sebagai alternatif untuk Python. Ini juga merupakan pilihan ideal untuk pengembang back-end yang hanya menginginkan bahasa alternatif. Go dikembangkan dan disponsori oleh Google untuk tujuan menangani proyek yang kompleks tanpa mengganggu alur kerja. Bahasa ini menyatukan fitur-fitur terbaik dari pemrograman berorientasi objek dan fungsional.

4. Rust

Dikembangkan oleh Mozilla tahun 2014 lalu, dan dalam StackOverflow’s 2016 survey ke developer, Rust terpilih sebagai bahasa pemrograman paling disukai.
Rust dikembangkan sebagai alternatif dari C++ bagi Mozilla sendiri, yang disebut sebagai bahasa pemrograman yang fokus ke “performance, parallelisation, dan memory safety”.
Rust diciptakan dari scratch dan menerapkan desain bahasa pemrograman modern. Bahasa pemrograman nya sendiri didukung dengan sangat baik oleh banyak developer diluar sana dan juga libraries.

Pada tahun 2019 Rust menjadi hit instan di antara para pengembang. Meskipun tidak sesederhana Python atau bahkan Go, bahasanya relatif lebih cepat dan lebih aman. Ini membuatnya menjadi bahasa yang ideal untuk pemrograman sistem. Aturan ketat dari Rust menjadikannya pilihan yang sempurna untuk membangun aplikasi berkinerja tinggi. Ini adalah bahasa yang dapat kamu percayai untuk mengembangkan aplikasi yang membutuhkan tingkat keamanan tertinggi.

5. Julia

Bahasa pemrograman ini di desain untuk membantu matematikawan dan data scientist. Disebut dengan “ a complete high-level and dynamic programming solution for technical computing”.
Julia perlahan namun pasti meningkat dalam segi pengguna dan pertumbuhannya rata-rata berlipat ganda setiap 9 bulan. Di masa mendatang, Julia akan dilihat sebagai salah satu “skill paling mahal” di industri finance.
Julia adalah bahasa pemrograman baru yang identik dengan kecepatan dan kinerja tinggi. Ini adalah bahasa serbaguna yang dapat dengan mudah dijalankan pada beberapa platform. Dengan Julia, kamu dapat dengan mudah mengekspresikan pola pemrograman fungsional dan berorientasi objek. Ini dimungkinkan karena menggunakan paradigma pengiriman ganda. Memiliki sintaks tingkat tinggi berarti bahwa Julia adalah bahasa yang mudah dipelajari dan digunakan terlepas dari pengalaman pemrograman Kamu. Ini juga merupakan bahasa open source yang kodenya dapat dengan mudah diperoleh dari Github.

Bahasa Pemrograman di atas Kebanyakan dari mereka mudah digunakan dan bisa menjadi alternatif ideal untuk beberapa bahasa pemrograman lama. Selamat mencoba!

Apa Saja yang Menjadi Keutamaan dan Kebaikan Hari Jumat ?






Hari Jum’at merupakan hari yang paling utama (afdhal) dari semua hari dalam sepekan. Dia adalah hari yang penuh barakah. Allah Ta’ala mengkhususkan hari Jum’at ini hanya bagi kaum Muslimin dari seluruh kaum dari ummat-ummat terdahulu. Dan di antara beberapa keutamaan dan barakah hari yang agung ini adalah sebagai berikut:
Pertama, terdapat berbagai hadits yang menjelaskan keutamaan dan kemuliaan hari Jum’at. Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ.”

“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit di saat itu adalah hari Jum’at. Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam Surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.
Hadits berikutnya, dari Abu Hurairah dan Hudzaifah.

“أَضَلَّ اللهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا فَكَانَ لِلْيَهُوْدِ يَوْمُ السَّبْتِ وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الأَحَدِ فَجَاءَ اللهُ بِنَا فَهَدَانَا اللهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ.”

“Allah menyimpangkan kaum sebelum kita dari hari Jum’at. Maka untuk kaum Yahudi adalah hari Sabtu, sedangkan untuk orang-orang Nasrani adalah hari Ahad, lalu Allah membawa kita dan menunjukan kita kepada hari Jum’at.
Dan hadits-hadits lain yang menunjukkan besarnya keutamaan hari Jum’at dan keistimewaannya di banding hari-hari lainnya.
1. Di antara keberkahan hari Jum’at, bahwa di dalamnya terdapat waktu-waktu dikabulkannya do’a.
Dalam ash-Shahihain terdapat hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari Jum’at, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“فِيْهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا.”
“‘Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seorang Muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.’ Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menun-jukkan sedikitnya waktu itu.
Para ulama dari kalangan Sahabat, Tabi’in dan setelah mereka berbeda pendapat tentang “waktu itu”, apakah (perkara) waktu tersebut tetap ada (relevan hingga saat ini) ataukah sudah dihapus? Sementara bagi kelompok yang menyatakan bahwa waktu itu tetap ada, mereka berselisih pendapat tentang penentuan waktu tersebut, seluruhnya menjadi lebih dari menjadi tiga puluh pendapat. Semua itu dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani رحمهما الله beserta dengan dalil-dalilnya. Dari semua pendapat itu, terdapat dua pendapat yang paling kuat.
Pertama, bahwa waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat Jum’at. Di antara dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya,

“عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أنَّ عَبْدَ اللهِ بْنُ عُمَرَ  قَالَ لَهُ: أَسَمِعْتَ أَبَاكَ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَأْنِ سَاعَةِ الْجُمُعَةِ ؟ قَالَ : قُلْتُ نَعَمْ. سَمِعْتُهُ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلاَةُ.”

Dari Abu Burdah bin Abi Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata padanya, “Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari Jum’at?” Lalu Abu Burdah mengatakan, ‘Aku menjawab, ‘Ya, aku mendengar ayahku mengatakan bahwa, ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan’.
Di antara orang yang menguatkan pendapat ini adalah Imam an-Nawawi rahimahullah. Bahkan dia mengatakan, “Pendapat ini shahih, bahkan shawaab (benar),”Sedangkan Imam as-Suyuthi rahimahullah menentukan waktu yang dimaksud (dengan waktu tersebut), adalah ketika shalat didirikan”.
Kedua, bahwa batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘Ashar. Di antara argumentasinya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sebagian penulis kitab Sunan, dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,

“يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ.”

“Hari Jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang Muslim pun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘Ashar.
Dan di antara orang yang menguatkan pendapat ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, dia mengatakan, “Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi Salaf, dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya”.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmah dari tersamarnya waktu ini adalah memotivasi para hamba agar bersungguh-sungguh dalam memohon, memperbanyak do’a dan mengisi seluruh waktu dengan beribadah, seraya mengharapkan pertemuannya dengan waktu yang penuh barakah itu.
2. Keberkahan lainnya yang dimiliki hari Jum’at, bahwa siapa saja yang menunaikan shalat Jum’at sesuai dengan tuntunan adab dan tata cara yang benar, maka dosa-dosanya yang terjadi antara Jum’at tersebut dengan Jum’at sebelumnya akan diampuni.
Sebagaimana disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dari Salman al-Farisi Radhiyallahu anhu. Dia mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى.”

“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara Jum’at tersebut dan ke Jum’at berikutnya.
Sedangkan dalam Shahih Muslim terdapat tambahan tiga hari. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,

“مَنِ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى وَفَضْلُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ.”

“Barangsiapa yang mandi lalu berangkat Jum’at, kemudian mendirikan shalat semampunya, selanjutnya diam mendengarkan khutbah (imam) hingga khutbahnya selesai kemudian shalat bersama imam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at itu hingga Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari lagi.
Telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ.”

“Shalat fardhu lima waktu, shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antara masa tersebut jika ia menjauhi dosa-dosa besar.”
Pada zhahir hadits ini terdapat syarat untuk menjauhkan al-kabaa-ir (dosa-dosa besar) untuk dapat meraih keutamaan gugurnya dosa-dosa kecil
3. Keberkahan lain yang dimiliki hari Jum’at bahwa di dalamnya terdapat keutamaan yang besar bagi siapa saja yang bersegera pergi ke masjid lebih pagi untuk shalat Jum’at.
Dalam ash-Shahihain terdapat hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ اْلإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ.”

“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at seperti mandi janabah lalu segera pergi ke masjid, maka seakan-akan berkurban dengan unta yang gemuk, dan barangsiapa yang pergi pada jam yang kedua, maka seakan-akan ia berkurban dengan sapi betina, dan barangsiapa pergi pada jam yang ketiga, maka seakanakan ia berkurban dengan domba yang bertanduk, dan barangsiapa yang pergi pada jam yang keempat seakan-akan ia berkurban dengan seekor ayam, dan barangsiapa yang pergi pada jam kelima, maka seakan-akan ia berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam telah keluar (untuk berkhutbah), maka para Malaikat turut hadir sambil mendengarkan dzikir (nasihat/peringatan).

4. Keberkahan lainnya yang dimiliki hari Jum’at bahwa hari ini merupakan hari berkumpulnya kaum Muslimin.
Hari ini merupakan hari berkumpulnya kaum Muslimin dalam masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan se-belumnya mendengarkan dua khutbah Jum’at yang mengandung pengarahan dan pengajaran serta nasihat-nasihat yang ditujukan kepada kaum Muslimin yang kesemuanya mengandung manfaat agama dan dunia. Hari Jum’at ini juga memiliki beberapa keistimewaan yang mulia di antaranya disebutkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah sebanyak tiga puluh tiga. Bahkan Imam as-Suyuthi dalam risalahnya, Nuurul Lum’ah fii Khashaa-ishil Jumu’ah me-nambahkan keistimewaan tersebut menjadi seratus satu. Akan tetapi sebagian keistimewaan itu bersandar pada hadits-hadits yang lemah.
Maka, sudah sepantasnya seorang Muslim memanfaatkan hari yang mulia dan penuh barakah ini dengan melakukan ibadah-ibadah wajib maupun sunnah dan mengkonsentrasikan diri pada ibadah-ibadah tersebut sehingga dia dapat meraih pahala yang besar dan ganjaran yang setimpal.

Apa Yang Harus Dilakukan Jika Kita Didzolimi Orang Lain?


Jika kita merasa sangat terdzolimi, terkadang muncul kebencian memuncak di dalam diri kita yang mana itu bisa jadi bom waktu yang bisa menghancurkan hidup kita.

Kita harus hati-hati dengan diri kita ketika benci itu muncul. Memaafkan adalah cara terbaik tapi apa itu mudah?… Melupakan perbuatan dzolim dan sakit hati kita, apa itu mudah? tentu itu ‘tidak mudah’ dan semua butuh proses karena memang sifat dasar manusia yang tentunya lebih cenderung merasa tidak terima dan ingin membalas.
Harusnya kita bisa kuat, harusnya kita tidak menjadikan diri kita lemah dan terus diam atau malah membalas jika didzolimi. Sabar itu cara terbaik, namun sabar manusia selalu menemui titik jenuh.

Titik jenuh sabar adalah titik dimana kesabaran itu sudah berubah fungsi. Sabar di sini bukan berarti pasrah pada keadaan dan membiarkan diri kita hancur oleh kedzoliman, namun sabar di sini adalah tetap berusaha untuk keluar dari kedzoliman itu untuk mendapatkan hidup yang lebih indah dan bahagia, dan tidak ada kedzoliman yang membahagiakan tentunya.

Keluarlah dari kedzoliman yang kamu alami karena kamu berhak bahagia. Ketika kamu sudah keluar dari zona kedzoliman dan ternyata masih menyisakan kebencian, apa yang harus kita lakukan? Ketika kebencian menyeruak, kita harus terus mencari cara bagaimana kita bisa meng-handle hal itu.

Jangan sampai membuat dirimu makin terpuruk dengan ingatan kebencian pada orang yang mendzolimi-mu dan kesalahan yang dilakukan orang tersebut terhadapmu.
Ada beberapa kiat yang bisa kita terapkan jika kita didzolimi oleh orang-orang di sekeliling kita. Perlakuan buruk orang lain terhadapmu jangan sampai menjadikanmu pribadi yang diliputi kesedihan, kebencian. Walaupun kesedihan itu susah hilang akibat bekas buruk yang mereka torehkan di hati kita, tapi cobalah maafkan mereka dengan setulus-tulusnya maaf.

1. Allah memperingatkan kita untuk selalu bersabar dan bersikap lemah lembut ketika menghadapi segala benturan dari orang-orang di sekeliling kita.
Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Ali Imran (3) : 159 yang artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. Ali-Imran: 159)

Tetapi, dalam sikap sabar dan lemah-lembut kita bukan berarti bahwa kita tidak diperbolehkan bersikap tegas. Sikap tegas itu mutlak diperlukan ketika benturan tersebut sudah menodai harga diri, kehormatan dan akidah kita. Anjuran sabar dan bersikap lemah lembut memang harus kita jalankan. Tetapi ketika seseorang tersebut terus men-dzolimi kita berulangkali, maka sikap tegas harus kita kedepankan.

2. Hubungan antar manusia haruslah berlandaskan ikhlas, saling menghargai, jujur, suka berterus terang, tidak menggunjingkan satu dengan yang lain, tidak menyakiti hati yang lain dan tidak menyembunyikan sesuatu yang membawa keburukan bagi orang lain.

Ketika sikap ikhlas tersebut hilang dari salah satunya, dan malah mendatangkan keburukan bahkan kedzoliman terus merajalela, maka hubungan antar manusia tersebut tidak ada gunanya untuk dilanjutkan, karena sudah melanggar hakekat hubungan yang baik. Akan lebih baik, meninggalkan orang-orang yang senang berbuat dzolim karena tentunya masih banyak orang-orang yang baik di sekeliling kita.

Meninggalkan di sini bukan berarti memutuskan silaturahim tetapi meninggalkan berarti melepaskan diri dari hubungan dekat namun tetap menjaga silaturahim. Dengan menjaga jarak hubungan diharapkan tidak akan timbul gesekan dan kedzoliman.

Tak perlu memaksakan diri untuk dihargai karena orang yang baik akan dihargai orang yang baik juga. Maka bertemanlah dengan orang baik dan tinggalkan mereka yang suka mendzolimi sesamanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)
Rasulullah bersabda:
«ألا أنبئكم بخياركم؟» قالوا: بلى يا رسول الله، قال: «خياركم الذين إذا رُؤوا ذُكِرَ اللهُ عز وجل

Maukah kalian aku tunjukkan manusia terbaik diantara kalian?, sahabat menjawab,” Tentu Ya Rasulullah, Rasul bersabda,”Sebaik-baik orang adalah yang jika kalian melihatnya mengingatkan kepada Allah.” ( HR. Ibnu Majah no. 4119 dari hadits Asma’ bin Yazid )

Umar bin Khattab berkata,” Hendaklah kalian bersama teman-teman yang baik, karena mereka ibarat hiasan kegembiraan dan bekal dalam ujian.” ( Raudhatul Uqala hal. 90 )

Keutamaan lain yang dimiliki oleh teman-teman yang baik adalah doa. Doa teman yang baik dari jauh akan dikabulkan Allah, Rasulullah bersabda,” Doa seorang mukmin untuk saudara yang tidak berada disisinya akan dikabulkan Allah, dibawa oleh Malaikat yang bertugas, setiap saudaranya berdoa kebaikan malaikat berkata,” Amiin “ ( semoga Allah mengabulkan ) Dan bagimu seperti doamu ( HR. Muslim 2733).

3. Selalu ada kebaikan bagi diri kita walaupun kita merasakan sakit akibat didzholimi.
Apa kebaikan bagi kita? Allah akan menambahkan pahala dan menggugurkan dosa-dosa orang yang terdzolimi.

Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda: “Tahukah kamu siapa yang bangkrut itu?”, mereka (sahabat) berkata: “Ya Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya kesenangan dan uang” (kemudian) Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah orang yang datang (pada hari kiamat) membawa pahala sholat, zakat, puasa dan haji. Sedang (ia) pun datang (dengan membawa dosa) karena memaki-maki orang, mengumpat, memfitnah, memukul orang, dan mengambil harta benda orang (hak–hak orang), maka kebaikan-kebaikan orang (yang mendzolimi) itu diambil untuk diberikan kepada orang-orang yang terdzolimi. Maka tatkala kebaikan orang (yang mendzolimi) itu habis, sedang hutang (kedzolimannya) belum terbayarkan, maka diambilkan kajahatan-kejahatan dari mereka (yang terdzolimi) untuk di berikan kepadanya (yang mendzolimi), kemudian ia (yang mendzolimi) dilemparkan kedalam neraka (HR. Muslim)

4. Jangan pernah berpikir untuk membalas dendam.
Jika kebencian itu menyeruak segera alihkan, pikirkan hal yang positif bahwa kamu sedang diuji sabar oleh Allah, kamu sedang diuji untuk ikhlas, dan kamu yakin bahwa skenario Allah selalu indah. Walaupun kita merasakan sakit namun akan selalu ada kebaikan-kebaikan yang Allah siapkan untuk kita.

Hilangkan kebencian dan keinginan untuk membalas karena Allah yang akan membalasnya, Allah Maha Adil. Tidak ada satu hal pun yang lepas dari pantauanNya. Tidak ada satu kejahatan pun atau perbuatan buruk apapun yang tidak akan dibalas oleh-Nya. Jika kita difitnah oleh orang lain dan di dzholimi, maka adukan dan pasrahkan kepada Allah.

Jangan kotori hati dan jiwa kita untuk balas dendam atau menyimpan kebencian, amarah dan sakit hati. Ikhlaskan semuanya kepada Allah.

Firman Allah dalam QS. Al Zaljalah : 7-8. “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya juga”.

Dzolim merupakan perbuatan yang di larang oleh Allah SWT dan termasuk dari salah satu dosa-dosa besar. Manusia yang berbuat dzolim akan mendapatkan balasan di dunia dan siksa yang pedih di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Asy-Syura : 42“Sesungguhnya dosa besar itu atas orang-orang yang berbuat dzolim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih“.

5. Jadikan ALLAH, satu satunya penolong dan pelindung.
Allah menjanjikan dalam Surah Al-Thalaq ayat 2 dan 3, “Barang siapa yang bersungguh-sungguh mendekati Allah (bertaqwa), niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar bagi setiap urusannya, dan akan diberi rezeki dari tempat yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal hanya kepada Allah, niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya.”

6. Maafkanlah dengan tulus mereka yang mendzolimi-mu
                Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
         “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan  pedulikan orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-A’raf 7:199)


Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur’an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

… dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)
Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Yaitu orang2 yang menginfakkan hartanya ketika lapang dan sempit dan menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.” (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)

Memaafkan adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang ditimpakan orang kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal ia mampu untuk membalasnya.

Memang sebuah kewajaran bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang menyakitinya. Dan dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan yang semisalnya. Namun alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40)

Memaafkan kesalahan orang acapkali dianggap sebagai sikap lemah dan bentuk kehinaan, padahal justru sebaliknya. Bila orang membalas kejahatan yang dilakukan seseorang kepadanya, maka sejatinya di mata manusia tidak ada keutamaannya. Tapi di kala dia memaafkan padahal mampu untuk membalasnya, maka dia mulia di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala dan manusia.

Kemuliaan yang kita bisa dapat dari memaafkan kesalahan orang yang mendzolimi kita.

Mendatangkan kecintaan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Fushshilat ayat 34-35: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilat: 34-35)

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan: “Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: ‘Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan orang beriman untuk bersabar di kala marah, bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan jelek. Bila mereka melakukan ini maka Allah Subhanahu wa ta’ala menjaga mereka dari (tipu daya) setan dan musuh pun tunduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat’.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 4/109)
Mendapat pembelaan dari Allah Ta’ala

Al-Imam Muslim meriwayatkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku berusaha menyambungnya namun mereka memutuskan hubungan denganku. Aku berbuat kebaikan kepada mereka namun mereka berbuat jelek. Aku bersabar dari mereka namun mereka berbuat kebodohan terhadapku.” Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Jika benar yang kamu ucapkan maka seolah-olah kamu menebarkan abu panas kepada mereka. Dan kamu senantiasa mendapat penolong dari Allah atas mereka selama kamu di atas hal itu.”(HR. Muslim)
Memperoleh ampunan dan kecintaan dari Allah

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (At-Taghabun: 14)

Adalah Abu Bakr radhiyallahu’anhu dahulu biasa memberikan nafkah kepada orang-orang yang tidak mampu, di antaranya Misthah bin Utsatsah. Dia termasuk famili Abu Bakr dan muhajirin. Di saat tersebar berita dusta seputar ‘Aisyah binti Abi Bakr istri Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, Misthah termasuk salah seorang yang menyebarkannya.

Kemudian Allah menurunkan ayat menjelaskan kesucian ‘Aisyah dari tuduhan kekejian. Misthah pun dihukum dera dan Allah Subhanahu wa ta’ala memberi taubat kepadanya. Setelah peristiwa itu, Abu Bakr radhiyallahu’anhu bersumpah untuk memutuskan nafkah dan pemberian kepadanya. Maka Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya:

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (An-Nur: 22)

Abu Bakr mengatakan: “Betul, demi Allah. Aku ingin agar Allah mengampuniku.” Lantas Abu Bakr radhiyallahu’anhu kembali memberikan nafkah kepada Misthah. (lihat Shahih Al-Bukhari no. 4750 dan Tafsir Ibnu Katsir 3/286-287)

Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sayangilah –makhluk– maka kamu akan disayangi Allah, dan berilah ampunan niscaya Allah mengampunimu.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 293)

Al-Munawi rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa ta’ala mencintai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang di antaranya adalah (sifat) rahmah dan pemaaf. Allah juga mencintai makhluk-Nya yang memiliki sifat tersebut.” (Faidhul Qadir 1/607)

Adapun Allah Subhanahu wa ta’ala mencintai orang yang memaafkan, karena memberi maaf termasuk berbuat baik kepada manusia. Sedangkan Allah Subhanahu wa ta’ala cinta kepada orang yang berbuat baik, sebagaimana firman-Nya:

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran: 134)
Mulia di sisi Allah maupun di sisi manusia

Suatu hal yang telah diketahui bahwa orang yang memaafkan kesalahan orang lain, disamping tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala, ia juga mulia di mata manusia. Demikian pula ia akan mendapat pembelaan dari orang lain atas lawannya, dan tidak sedikit musuhnya berubah menjadi kawan. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ

“Shadaqah –hakikatnya– tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati (tawadhu’) karena Allah melainkan diangkat oleh Allah.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)

Seseorang yang disakiti oleh orang lain dan bersabar atasnya serta memaafkannya padahal dia mampu membalasnya maka sikap seperti ini sangat terpuji. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melakukan –pembalasan– maka Allah akan memanggilnya di hari kiamat di hadapan para makhluk sehingga memberikan pilihan kepadanya, bidadari mana yang ia inginkan.” (Hadits ini dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3394)
Demikian pula pemaafan terpuji bila kesalahan itu berkaitan dengan hak pribadi dan tidak berkaitan dengan hak Allah Subhanahu wa ta’ala. ‘Aisyah radhiyallahu’anha berkata: “Tidaklah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam membalas atau menghukum karena dirinya (disakiti) sedikit pun, kecuali bila kehormatan Allah dilukai. Maka beliau menghukum dengan sebab itu karena Allah.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, tidaklah beliau disakiti pribadinya oleh orang-orang Badui yang kaku perangainya, atau orang-orang yang lemah imannya, atau bahkan dari musuhnya, kecuali beliau memaafkan.

Ada orang yang menarik baju Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dengan keras hingga membekas pada pundaknya. Ada yang menuduh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang.

Ada pula yang hendak membunuh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam namun gagal karena pedang terjatuh dari tangannya. Mereka dan yang berbuat serupa dimaafkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Ini semua selama bentuk menyakitinya bukan melukai kehormatan Allah Subhanahu wa ta’ala dan permusuhan terhadap syariat-Nya.

Namun bila menyentuh hak Allah dan agamanya, beliau pun marah dan menghukum karena Allah serta menjalankan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh karena itu, beliau melaksanakan cambuk terhadap orang yang menuduh istri beliau yang suci berbuat zina.

Ketika menaklukkan kota Makkah, beliau memvonis mati terhadap sekelompok orang musyrik yang dahulu sangat menyakiti Nabi karena mereka banyak melukai kehormatan Allah Subhanahu wa ta’ala. (disarikan dari Al-Adab An-Nabawi hal. 193 karya Muhammad Al-Khauli)

Kemudian, pemaafan dikatakan terpuji bila muncul darinya akibat yang baik, karena ada pemaafan yang tidak menghasilkan perbaikan. Misalnya, ada seorang yang terkenal jahat dan suka membuat kerusakan di mana dia berbuat jahat kepada anda. Bila anda maafkan, dia akan terus berada di atas kejahatannya.

Dalam keadaan seperti ini, yang utama tidak memaafkan dan menghukumnya sesuai kejahatannya sehingga dengan ini muncul kebaikan, yaitu efek jera. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menegaskan: “Melakukan perbaikan adalah wajib, sedangkan memaafkan adalah sunnah. Bila pemaafan mengakibatkan hilangnya perbaikan berarti mendahulukan yang sunnah atas yang wajib. Tentunya syariat ini tidak datang membawa hal yang seperti ini.” (lihat Makarimul Akhlaq karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin hal. 20)

Belajar bagaimana memaafkan dari Manusia-manusia pilihan Orang yang mulia selalu menghiasi dirinya dengan kemuliaan dan selalu berusaha agar dalam hatinya tidak bersemayam sifat-sifat kejelekan. Para Nabi Allah merupakan teladan dalam hal memaafkan kesalahan orang.


Misalnya adalah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Beliau telah disakiti oleh saudara-saudaranya sendiri dengan dilemparkan ke dalam sumur, lantas dijual kepada kafilah dagang sehingga berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan menanggung penderitaan yang tiada taranya. Namun Allah Subhanahu wa ta’ala berkehendak memuliakan hamba-Nya melalui ujian ini.

Allah pun mengangkat kedudukan Nabi Yusuf ‘Alaihissalam sehingga menjadi bendahara negara di Mesir kala itu. Semua orang membutuhkannya, tidak terkecuali saudara-saudaranya yang dahulu pernah menyakitinya. Tatkala mereka datang ke Mesir untuk membeli kebutuhan pokok mereka, betapa terkejutnya saudara-saudara Nabi Yusuf ketika tahu bahwa Nabi Yusuf ‘Alaihissalam telah diangkat kedudukannya sebegitu mulianya. Mereka pun meminta maaf atas kesalahan mereka selama ini. Nabi Yusuf ‘Alaihissalam memaafkannya dan tidak membalas. Beliau mengatakan:

“Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian, mudah-mudahan Allah mengampuni (kalian), dan Dia adalah Maha penyayang di antara para Penyayang.” (Yusuf: 92)

Demikian pula Nabi Musa dan Nabi Khidhir, ketika keduanya melakukan perjalanan dan telah sampai pada penduduk suatu negeri. Keduanya meminta untuk dijamu oleh penduduk negeri itu karena mereka adalah tamu yang punya hak untuk dijamu. Namun penduduk negeri itu tidak mau menjamu. Ketika keduanya berjalan di negeri itu, didapatkannya dinding rumah yang hampir roboh, maka Nabi Khidhir ‘Alaihissalam menegakkan dinding tersebut.

Adapun Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, beliau adalah manusia yang terdepan dalam segala kebaikan. Pada suatu ketika ada seorang wanita Yahudi memberi hadiah kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam berupa daging kambing. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam tidak tahu ternyata daging itu telah diberi racun.

Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam pun memakannya. Setelah itu Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam diberi tahu bahwa daging itu ada racunnya. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam berbekam dan dengan seizin Allah Subhanahu wa ta’ala beliau tidak meninggal. Wanita tadi dipanggil dan ditanya maksud tujuannya. Ternyata dia ingin membunuh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam memaafkan dan tidak menghukumnya. (Bisa dilihat di Shahih Al-Bukhari no. 2617 dan Zadul Ma’ad 3/298)

Jika kita didzolimi orang lain, bersabarlah-tegaslah membentuk hubungan yang baik, jauhi orang yang berperangai buruk dan bersamalah orang yang baik agar bisa selalu tolong menolong dalam kebaikan-hilangkan amarah, kebencian dan dendam-janganlah membalas dengan keburukan dan maafkanlah mereka dengan setulus-tulusnya maaf dan hanya kepada Allah-lah sebaik-baik penolong dan pelindung bagi kita.

Semoga kita selalu berada pada golongan orang-orang yang beriman...amiiinnn..